Selasa, 13 November 2012

HUKUM KARMA PHALA: SEBUAH REFLEKSI AKHIR TAHUN

Om Suastiastu,

Walau siang itu sang mentari sedang semangat-semangatnya memancarkan sinarnya yang panas, tetapi hal itu tidak menyurutkan langkah Budi untuk menjalani runitas kesehariannya. Malahan dia tambah semangat untuk menjajakan barang dagangannya di sebuah perempatan jalan di bilangan Jakarta Selatan. Kurang lebih sudah dua puluh tahun dia melakoni hidup sebagai pedagang asongan di Jakarta.

Seorang lelaki membuka pelan-pelan kaca mobilnya seraya melambaikan tangan memanggil Budi. Budi segera menghampiri mobil mewah itu. Lelaki itu minta sebuah majalah terkenal yang senantiasa mengupas masalah ekonomi dan bisnis. Sambil menyodorkan majalah yang diminta, Budi menatap wajah lelaki yang ternyata tidak asing bagi dirinya. Belum sempat Budi membuka bibir, lelaki itu sudah menyapa duluan. “Maaf, Kamu Budi ya? Main ke rumah ya. Ini uang pembelian majalah dan sekalian kartu namaku.”

Mobil Mercy keluaran terbaru itu buru-buru melaju karena sudah diklakson beberapa kali oleh mobil di belakangnya. Lampu pengatur lalu lintas sudah berwarna hijau. Budi pun bergegas ke pinggir jalan. Dengan antusias dibacanya kartu nama yang diberikan lelaki itu. Tertulis nama “I Wayan Dharma Kesuma” dan dibawahnya “Direktur Keuangan”. Dalam kartu itu juga tercantum nama perusahaan, alamat kantor, dan nomor telepon.

Atasi Masalah Kehidupan dengan Ilmu


Atasi Masalah Kehidupan dengan Ilmu
Oleh I Ketut Wiana
Dana adhyaynam sabdam
tarka sotrddhamaiua ca.
trayo duhke vighnatanca.
Sidha yosta prakirtitah.

(Wrhaspati Tattwa. 33).
Maksudnya: Belajar terus (dhyayana), terapkan ilmu itu dalam praktek (tarka jnyana) sampai memberikan kontribusi pada kehidupan (dana) itu tiga ciri hidup sukses secara duniawi (wahya siddhi). Dapat mengatasi tiga sumber duka (adhibhautika, adyatmika, adhidaivika dahka) cmi hidup sukses secara rokhani (adyatmika siddhi).
Membangun hidup sukses secara duniawi mentrut Wrehaspati Tattwa 33 ini dengan cara belajar terus (dhyayana), menterjemahkan ilmu itu dalam praktek kehidupañ (tarka jnyana) sampai mampu mewujudkan nilai tambah memberikan kontnibusi pada kehidupan individual dan sosial (dana). Itulah ciri hidup sukses secara duniawi yang disebut wahya siddhi.
Sedangkan hidup sukses secara rokhani atau adyatmika siddhi ada tiga cirinya yaitu: adibhautika duhkha yaitu derita yang berasal dari luar diri, adyatmika duhkha adalah derita yang disebabkan oleh diri sendiri, adidaivika duhkha yaitu derita yang disebabkan oleh karma pada masa penjelmaan sebelumnya. Sukses hidup duniawi dan hidup rokhani diawali dengan menerapkan hidup untuk belajar terus menerus dari tahap hidup brahmacari, grhastha, wanaprastha dan sampai mencapai tahapan hidup sanyasin asrama. Tiap tahapan hidup itu membutuhkan, ilmu yang berbeda-beda sebagai penuntunnya.
Han suci Galungan dan Kuningan dirayakan oleh umat Hindu di Nusantara ini sebagai bentuk motivasi untuk mengingatkan umat manusia agar menerapkan ilmu itu dengan fokus dan sinergi sebagai upaya menegakkan dharma sebagai dasar meniti kehidupan di bumi ini. Hal itu dinyatakan dalam Sunarigama sebagai pustaka yang menjelaskan tentang perayaan Galungan dan Kuningan.
Perayaan Galungan dan Kuningan sesungguhnya suatu momentum untuk bertemunya para ilmuwan untuk mensinergikan ilmunya dengan fokus, sehingga masyarakat menjadi hidupnya lebih cerah dan terarah mencapai anugrah Hyang Titah atau Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam Lontar Sunarigama dinyatakan: “budha kliwon dungulan ngaran Galungan patitis ikang jnyana sandhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep”. Artinya Rabu kliwon dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya ilmu pengetahuan suci (jnyana) supaya masyarakat mendapatkan pandangan yang terang (galang apadang), untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran (byaparaning idep).

Memperhatikan teks lontar Sunarigama itu perayaan Galungan adalah untuk memotivasi umat manusia agar para ilmuwan itu mempraktekkan ilmunya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan. Dalam Canakaya Nitisastra V.8 ada dinyatakan: “abhyasad dharyate vidya”: artinya peliharalah ilmu itu dengan mengamalkannya sampai menjadi tradisi. Dalam Sloka 9 ditegaskan lagi: “vidya yogena raksyate”: Peliharalah ilmu suci itu dengan melakukan ajaran Yoga. Yoga itu ada dua sasarannya yaitu hatha yoga untuk membangun hidup sehat secara jasmaniah dan raja yoga untuk membina hidup sehat secara rokhani.
Perayaan hari raya Galungan ini akan menjadi amat mulia kalau sebelum perayaan dalam wujud ritualnya, dilakukan pertemuan para ilmuwan yang berada di setiap desa atau banjar. Pertemuan itu untuk memberikan peran serta para ilmuwan tersebut untuk berbuat berdasarkan ilmu yang dimiliki.
Peran serta para ilmuwan atau para jnyanin untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Permasalahan yang ada dirumuskan dengan baik itu untuk diselesaikan tahap demi tahap. Dengan demikian permasalahan demi permasalahan diatasi dengan sebaik-baiknya. Dengan memberi peran para ilmuwan yang ada disertai oleh semua pihak maka berbagai persoalan akan teratasi berdasarkan kajian ilmu pengetahuan secara benar dan tepat.